Jumat, 11 November 2011

ARTIKEL

Artikel ditulis pada tanggal 2 Mei 2001 dalam rangka lomba penulisan artikel Memperingati Hari Pendidikan Nasional Tahun 2001  yang diselenggarakan oleh PWI Cabang Kabupaten Garut 

OTONOMI DAERAH DAN KEMANDIRIAN GURU
Oleh : Ludi Kurniawan, S.Pd

            Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah menjadi landasan yuridis berlakunya otonomi daerah.  Undang-undang ini mendorong kesadaran kita pentinya potensi daerah sebagai kesatuan dan kekuatan nasional, serta pentingnya kesiapan untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan persaingan global.  Selain itu juga menghendaki terselenggaranya desentralisasi dan otonomi daerah yang lebih longgar dibandingkan sentralisasi
            Otonomi daerah dapat diartikan penyerahan wewenang beberapa urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.  Salah satu wewenang yang pelaksanaanya diserahkan kepada daerah menyangkut urusan bidang pendidikan.
Otonomi bidang pendidikan memberikan kewenangan kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakann sendiri pembangunan bidang pendidikan.  Hal ini menuntut daerah harus mamapu membiayai sendiri segala pengeluaran yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan.  Dengan kata lain keberhasilan pembangunan bidang pendidikan di daerah sangat tergantung kemampuan pemerintah daerah dalam menggali berbagai potensi dan menggunakan segala sumber daya serta kemapuan mendorong masyarakat agar ikut berperan serta dalam penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan.
            Untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi bidang pendidikan diterapkan suatu model pengelolaan sekolah yang satu sisi memberikan keleluasaanpengelolaan sekolah kepada kepala sekolah dan sisi yang lian memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengelola sekolah.  Model pengelolaan ini diberi nama “Manajemen Berbasis Sekolah”(School Based Management)
            Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu sistem pengelolaan sekolah yang memberikan otonomi luas kepada sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan atau mengelola pendidikan.  Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut peran serta masyarakt, pemerataan, efisiensi serta manajemen yang bertumpu di tingkat sekolah.  Model ini membuat semakin rencahanya kontrol pemerintah pusat, tetapi dilain pihak semakin meningkatkanya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber yang ada untuk berinovasi. 
            Pelaksanaan Manajemen Berbasis sekolah (MBS) bermaksud agar kepala sekolah memiliki otonomi yang luas dalam mengelola sekolah, mengalokasi sumber daya, dan memperbesar peran masyarakat dalam pengelolaan sekolah.  Sedangkan tujuan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) untuk tercapainya efesiensi pengelolaan pendidikan, meningkatkan mutu pendidikan berupa partisipasi orang tua terhadap sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat mellui peran serta orang tua murid dalam penyusunan dan pengawasan program.
            Selanjutnya komponen-komponen dan mekanisme kerja Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diilustrasikan seperti di bawah ini.
1.      Sekolah, melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya dan menanggapi dan menggali harapan-harapan masyarakat di lingkungan sekolah.
2.      Pemerintah, merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menjadi prioritas nasional dan membuat seperangkat pedoman umum tentang pelaksanaan MBS
3.      Orang Tua dan Masyarakat, harus dapat turut serta dalam pembuatan keputusan-keputsan di sekolah yang dilaksanakan melalui dewan sekolah (School Council) dan masyarakat.  Selain itu juga melalui dewan sekolah orang tua dan masyarakat melakukan pengawasan, memberikan saran, koreksi serta teguran apabila terjadi penyimpangan.
4.      Kepala Sekolah, Guru dan Tanaga Administrasi, harus mampu berperan sebagai manajer yang profesional dengan memiliki pengetahuan yang dalam, agar dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap siswa, orang tua dan masyarakat.
5.      Pusat Pengembagan Profesi, untuk meningkatkan kemampuan menajaerial tenaga pendidikan (kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi) perlu dikembangkan Pusat Pengembangan Profesi (PPP) sebagai penyedia jasa pelayanan bagi tenaga kependidikan MBS dengan melibatkan LSM.
Dewan sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan Manajemen Berbasisi  Sekolah (MBS).  Keberadaan dewan sekolah akan menjadi penentu pelaksanaan otonomi pendidikan di sekolah.  Melalui dewan sekolah orang tua dan masyarkat ikut merencanakan serta mengawasi pengelolaan pendidikan di sekolah.
Pada tingkatakan operasional, guru meruapakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat pembelajaran. Kebijaksanaan pendididkan harus didukung oleh pelaku pendidikan yang merupakan ujung tombak yaitu guru melalui interaksinya dengan peserta didik.  Semua kebijakan pendidikan bagaimanapun bagusnya tidak akan memberikan hasil optmal sepanjang guru tidak mendapat kesempatan untuk mewujudkan otonomi pedagogisnya dan profesional.  Kemandirian guru akan tercermin dalam perwujudan kinerja guru sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat, sebagai pegawai dan sebagai pemangku jabatan profesional guru yang didukung dengan kualitas pribadi.
Kemandirian guru dan kepercayaan diri mampu merencanakan perjalan hidunya serta mewujudkan secarda efektif.  Guru yang inovatif dan kreatif akan mampu menghasilkan sebagai buah karya yang lebih bermakna dalam dunia pendidikan baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dan interaksinya dengan siswa.  Hal ini mengandung arti bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitato pembelajaran siswa.
Dalam menghadapi tantangan disentralisasi (otonomi) pendidikan kreativitas dan kemandirian guru sangat diperlukan agar mampu beradaptasi dengan berbagai tntutan.  Kareativitas guru sangat diperlukan dalam pendidikan karena pertama kreativitas memberikan peluang bagi guru untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua krativitas memungkinkan guru dapat menemukan berbagai alternatif dalam penyelesaian permasalahan yang timbul, ketiaka kreativitas memungkinkan guru meningkatkan kualitas hidup berupa kesejahteraan ekonomi keluarganya.
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan yaitu suatu proses yang ditujukan untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu yang nantinya dapat ia sumbangkan bagi proses pembangunan.  Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.  Untuk itu pemerintah bersama kalangan swasta harus bekerja sama dalam pengembangan dan perbaikan kurikulum, sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan materi ajar serta pelatihan guru dan tenaga pendidikan.
Dua faktor penyebab tidak berhasilnya perbaikan mutu pendidikan.  Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat inut oriented.  Strategi ini beranganggapan bahwa bilamana input pendidikan telah dipenuhi, misalnya penyedia sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah0 akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan.  Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat sentralistis, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat.  Ini mengakibatkan banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat pusat tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat sekolah.
Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, hendaknya sekolah dapat bekerja dengan koridor-koridor seperti di bawah ini.
1.      Sumber daya, sekolah harus mempunyai sumber daya sesuai kebutuhan setempat.  Selain itu pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk memperkuat sekolah dan pengalokasian sesuai dengan skala perioritas.
2.      Pertanggungjawaban, sekolah dituntut untuk memiliki pertanggungjawaban baik kepada masyarakat maupun pemerintah.  Pertanggungjawaban ini bertujuan untuk menyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika memungkinkan untuk  melaporkan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.
3.      Kurikulum, berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional dengan pengembangan-pengembangan yang berorientasi terhadap kebutuhan daerah dan berskala internasional dalam rangka globalisasi.
4.      Personil Sekolah, sekolah bertanggungjawab dan terlibat dalam proses rekrutmen )dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya) Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi bidang pendidikan, pemerintah daerah harus menyiapkan sumber daya manuasia untuk menempati jabatan yang disesuaikan dengan keahliannya.  Selain itu juga memberikan dukungan sarana dan prasarana  biaya serta kelonggaran dalam birokrasi.   Kondisi ekonomi yang belum pulih merupakan salah satu kendala dalam implementasi otonomi bidang pendidikan.  Untuk itu diharapkan masyarakat bisa mencari solusi pemencahannya. Sehingga masyarakat tidak tergantung kepada bantuan dari pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar